Solidaritas komunal merupakan salah satu motif yang menjadi
dasar tindakan terorisme. Solidaritas komunal memiliki pengertian bahwa
motif pelaku aksi teror merasa dirinya ingin membela saudaranya yang
terdzalimi. Hal ini sebagaimana terungkap dari penelitian yang dilakukan
oleh INSEP tahun 2012 terhadap narapidana terorisme. Sebanyak 45,5 %
pelaku terorisme menyatakan termotivasi ideologi keagamaan, 20% karena
motif solidaritas komunal, 12,7% karena goncangan mentalitas, 10,9%
karena motif balas dendam, 9,1% karena situasional dan 1,8% karena motif separatisme.
Penelitian ini mengungkapkan bahwa sejatinya perasaan solidaritas
komunal yang diwujudkan dalam bentuk aksi destruktif berupa terorisme
masih tinggi. Hal ini bukan pula menyatakan bahwa solidaritas terhadap
penindasan tertentu seperti Palestina, Afganistan, Ambon, dan daerah
konflik lainnya melahirkan terorisme. Namun, fakta menyebutkan bahwa
wujud destruktif atau eksploitasi solidaritas yang keliru bisa
melahirkan tindakan kekerasan bahkan teror.
Terpidana kasus Bom Bali, Umar Patek pernah memberikan pernyataan
bahwa pada awalnya dia menolak aksi Bom pada 12 Oktober 2002 karena
menganggap bom Bali tidak tepat sebagai bentuk solidaritas umat Islam di
Palestina sebagaimana diyakini oleh temen-temennya yang lain seperti
Mukhlas, Imam Samudera dan Amrozi. Dalam pernyataan ini Bom Bali memang
dilakukan sebagai bentuk balas dendam dan solidaritas kelompok Amrozi cs
terhadap pembantaian umat Islam oleh Israel di Palestina.
Dalam diskusi di Paramadina bekerjasama dengan Yayasan Jalin
Perdamaian (27/03/2018), mantan narapidana terorisme, Sofyan Tsauri
mengatakn bahwa terorisme sangat berkaitan dengan situasi global.
Artinya terorisme di Indonesia tidak muncul tiba-tiba tetapi imbas dari
situasi global seperti konflik di Timur Tengah dan konflik dalam negeri.
Perasaan membela terhadap kondisi konflik jika tidak disalurkan dalam
aksi dan tindakan positif mudah dieksploitasi dalam tindakan terorisme.
Melakukan solidaritas atas berbagai konflik dan penindasan di
beberapa negara termasuk Palestina, Afganistan, Irak, Suriah dan
lain-lain merupakan bentuk positif. Bahkan Negara Indonesia bersama
dengan lain membela perjuangan negara Palestina. Namun, seringkali
solidaritas komunal ini juga sering disalahartikan dalam bentuk teror
dan aksi balas dendam sebagaimana munculnya aksi Bom Bali pada tahun
2002.
Penelitian INSEP tentang motif solidaritas komunal yang memunculkan
terorisme merupakan hasil dari pernyataan narapidana terorisme itu
sendiri. Memang ada sebagian pelaku teror yang termotivasi melakukan
tindakan teror karena perasaan ingin membela saudaranya yang sedang
dilanda konflik. Namun, harus ditegaskan tidak semua bentuk solidaritas
melahirkan tindakan anarkis dan terorisme.
Penegasan ini perlu dikuatkan agar tidak ada framing dan propaganda
yang mempelintir melalui pemberitaan seolah bersolidaritas terhadap
kondisi tertentu semisal solidaritas terhadap Palestina akan melahirkan
tindakan terorisme. Tentu saja framing berita yang hanya mengambil
potongan pernyataan ini akan hanya menimbulkan kehebohan publik dan
fitnah di tengah masyarakat.
Proses klarifikasi (tabayun) dalam pembuatan berita tentu saja harus
dikedepankan. Pernyataan yang hanya memotong pernyataan dan menggiring
opini publik terhadap ucapan kontroversi akan melahirkan opini yang
tidak produktif di tengah masyarakat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar