Oleh: Ayik Heriansyah*
Teror mati jahiliyah sering kali dilancarkan oleh HTI dan
ISIS kepada umat Islam yang tidak turut memperjuangkan berdirinya Khilafah
seperti yang mereka inginkan. Psikologis kalangan awam sedikit tertekan
mendengar penjelasan hadits Nabi SAW tentang mati jahiliyah karena mereka takut
mati dalam keadaan su’ul
khatimah. Siapa pun takut akhir hidupnya sia-sia, belum lagi bayangan
siksa kubur dan azab neraka sudah di depan mata bagi mereka yang mati
jahiliyah.
Pemahaman sederhana kaum awam dimanfaatkan oleh HTI dan
ISIS untuk memperkuat posisi mereka, melegitimasi perjuangan penegakan Khilafah
sebagai perjuangan yang haq melawan sistem jahiliyah tudingan jahiliyah bagi
kaum muslim yang berdiam diri apalagi bagi yang menghalangi dakwah mereka.
Istilah mati jahiliyah diambil dari hadits Nabi Muhammad
Saw yang berbunyi:
مَنْ خَلَعَ يَدًا مِنْ طَاعَةِ اللهِ لَقِيَ اللهَ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ لاَحُجَّةَ لَهُ، وَمَنْ مَاتَ وَلَيْسَ فِيْ عُنُقِهِ بَيْعَةٌ
مَاتَ مِيْتَةً جَاهِلِيَّةً
“Siapa saja yang melepaskan tangannya dari ketaatan
kepada Allah, niscaya dia akan menjumpai Allah pada Hari Kiamat dengan tanpa
mempunyai hujah. Dan, siapa saja yang mati sedangkan di atas pundaknya tidak
terdapat baiat, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah.” (HR Muslim)
Oleh HTI hadits ini dijadikan dalil untuk mewajibkan umat
mendirikan Khilafah sebelum datangnya Iman Mahdi. Menurut Ust Hafidz
Abdurrahman (DPP HTI) manthuq hadits di atas menyatakan, bahwa “Siapa saja yang
mati, ketika Khilafah sudah ada, dan di atas pundaknya tidak ada baiat, maka
dia mati dalam keadaan jahiliyah.” Atau “Siapa yang mati, ketika Khilafah belum
ada, dan dia tidak berjuang untuk mewujudkannya, sehingga di atas pundaknya ada
baiat, maka dia pun mati dalam keadaan mati jahiliyah.” Karenanya, kewajiban
tersebut tidak akan gugur hanya dengan menunggu datangnya Imam Mahdi. (Channel
Telegram #KhilafahWillRise, 23 / 8 / 2017)
Syarah gegabah terhadap hadits Nabi saw tentang mati jahiliyah oleh Ust Hafidz Abdurrahman tidak lebih dari ungkapan nafsu HTI yang ingin mendirikan Khilafah versi mereka tanpa memperhatikan hadits lain yang memperjelas makna baiat, baiat kepada siapa? Baiat in’iqad (pengangkatan) atau baiat taat?
Syarah gegabah terhadap hadits Nabi saw tentang mati jahiliyah oleh Ust Hafidz Abdurrahman tidak lebih dari ungkapan nafsu HTI yang ingin mendirikan Khilafah versi mereka tanpa memperhatikan hadits lain yang memperjelas makna baiat, baiat kepada siapa? Baiat in’iqad (pengangkatan) atau baiat taat?
Ibn Abu Asim di dalam kitab al-Sunnah, halaman 489
meriwayatkan hadits ini:
من مات وليس عليه إمام مات ميتة جاهلية
“Barangsiapa yang mati tanpa memiliki imam, maka matinya
adalah mati jahiliyah.
Ibn Hibban juga meriwayatkan di dalam Sahihnya, jilid 7
halaman 49:
من مات بغير إمام مات ميتة جاهلية
“Barangsiapa mati tanpa Imam, matinya adalah mati
jahiliyah.”
Konteks baiat dalam hadits-hadits tadi adalah baiat taat kepada Imam yaitu pemimpin politik umat secara umum tanpa pengkhususan. Sebagai pemimpin politik umat keabsahan seorang imam ditentukan oleh keterpilihan dan pengangkatannya secara bebas tanpa paksaan oleh umat. Jadi makna baiat di sini adalah taat kepada pemimpin politik yang telah dipilih dan diangkat oleh umat dengan ridha wal ikhtiar tanpa melihat spesifikasi bentuk negara dan sistem pemerintahannya. Oleh karena itu hadits tentang mati jahiliyah bisa diaplikasi di negara Muslim mana pun termasuk Indonesia.
Konteks baiat dalam hadits-hadits tadi adalah baiat taat kepada Imam yaitu pemimpin politik umat secara umum tanpa pengkhususan. Sebagai pemimpin politik umat keabsahan seorang imam ditentukan oleh keterpilihan dan pengangkatannya secara bebas tanpa paksaan oleh umat. Jadi makna baiat di sini adalah taat kepada pemimpin politik yang telah dipilih dan diangkat oleh umat dengan ridha wal ikhtiar tanpa melihat spesifikasi bentuk negara dan sistem pemerintahannya. Oleh karena itu hadits tentang mati jahiliyah bisa diaplikasi di negara Muslim mana pun termasuk Indonesia.
Di NKRI seseorang bisa mati jahiliyah jika tidak taat
kepada pemimpin politik di setiap jenjangnya: presiden, gubernur, walikota,
bupati, RW dan ketua RT. Tentu saja ketaatan bersyarat bukan ketaatan
absolut karena ketaatan absolut hanya kepada Allah dan Rasul-Nya. Taat atau
maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya jadi sabab dan syarat ketaatan kepada
pemimpin politik. Sepanjang perintah pemimpin politik bukan sesuatu yang
diyakini maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka umat wajib mentaatinya.
Termasuk perkara khilafiyah yang ditetapkan oleh imam karena ketetapan perintah
imam menghilangkan perbedaan berdasarkan kaidah fiqih:
حكم الحاكم يرفع الخلاف
Kadangkala seorang imam lupa, keliru, atau karena faktor
kejahilan, ia mengikuti hawa nafsu atau tekanan pihak luar. Maka ,umat
diwajibkan mengawasi, memantau, memonitor dan mengontrol imam kemudian
menasihati dan mengoreksinya dengan cara yang ma’ruf agar sang imam kembali ke
jalan yang lurus.
Hadits-hadits tentang mati jahiliyah ditujukan kepada
umat yang tidak mau taat kepada imam sebagai pemimpin politik. Sejak
kepemimpinan Nabi SAW di Madinah, di negeri-negeri Islam umat selalu memiliki
pemimpin politik dengan berbagai bentuk negara dan sistem pemerintahan. Mati
jahiliyah tidak terkait dengan bentuk negara dan sistem pemerintahan melainkan
berhubungan dengan sikap taat atau tidak terhadap pemimpin politik umat secara
de facto dan de jure.
Jadi sebenarnya berdasarkan pemahaman yang jernih tentang
hadits mati jahiliyah, siapa sesungguhnya yang akan mati jahiliyah, aktivis HTI
yang tidak mengakui dan tidak taat kepada imam di negara-negara Muslim, ataukah
umat di luar mereka?
*Penulis adalah mantan Ketua HTI Babel 2004-2010.
*Penulis adalah mantan Ketua HTI Babel 2004-2010.
Sumber : https://www.harakatuna.com/teror-mati-jahiliyah-ala-hti-dan-isis.html
#Muslimsejati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar